Tampilkan postingan dengan label About Live. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label About Live. Tampilkan semua postingan

Bebek aja Bisa Nyebrang


Suatu hari ada seorang penunggang kuda hendak menyebrangi sungai. Karena di situ belum ada jembatan penyebrangan, maka sang penunggang kuda tadi hanya bisa hilir mudik di tepi sungai sambil mencari bagian sungai yang terlihat dangkal, sehingga kudanya bisa menyebrang tanpa harus melewati jembatan.

Namun setelah hampir satu jam hilir mudik, tidak juga ditemukan bagian sungai yang dangkal. Hingga akhirnya sang penunggang kuda ketemu dengan anak-anak kecil yang bermain di tepi sungai.

"Wahai adik-adik, tahukah kalian di manakah bagian sungai ini yang dangkal?"
Anak-anak tadi saling berpandangan, lalu sala seorang menunjuk arah yang dimaksud penunggang kuda tersebut.

Setelah mengucap terimakasih, penunggang kuda tersebut lalu menuju tempat yang dimaksud. Kudanya mulai diajak menyeberang. Namun baru beberapa langkah kuda tersebut sudah terendam badanya dan mulai meronta-ronta ingin berbalik arah pertanda bahwa sungai tersebut sangat dalam.

Mengetahui keadaan tersebut sang penunggang kuda sangat geram dan kembali menemui anak-anak tadi.
" Hai adik-adik, kalian membohongiku ya, kata kalian bagian sana dangkal, ternyata kuda saya tenggelam...!"
Awalnya anak-anak tadi takut....namun beberapa saat kemudian salah seorang dari mereka berkata: "Maaf pak, menurut kami tempat tersebut dangkal....karena sekawanan BEBEK sering lewat di situ....."
"Bebek yang kakinya pendek saja bisa lewat kok pak, apalagi kuda bapak yang kakinya panjang......!"
 
......................................................................................
Saudara, semoga kita tidak salah BERKONSULTASI dalam hidup ini. Karena kalau kita salah kepada siapa berkonsultasi, maka keputusan yang kita ambil pasti juga salah.
......................................................................................
 
sumber : http://www.facebook.com/notes/mus-aceh/bebek-aja-bisa-nyebrang-sumber-pelatihan-n-pengembangan-sdm/230334557581

Kehidupan


Di ufuk timur, sang surya mulai menampakkan wujudnya. Cahaya terang darinya memaksa katup mataku membuka diri untuk menyambut kedatangannya. Kicauan burung-burung mengisi keheningan pagi yang baru saja menghampiri seluruh penghuni bumi. Bersama terpaan angin pepohonan dan rerumputan bergoyang indah menari  menambah kenyamanan menembus seluk-seluk sanubari. Ditengah buaian mesra udara pagi, sahabatku datang membawakan secangkir kopi manis bersama ubi rebus dalam sebuah panci. Ditaman impiannya ini, jiwaku menemukan suatu kehangatan saat bercanda ria dengannya mengisi dibawah senyuman mentari pagi. Sejenak kami terdiam saat kebisuan datang menghampiri. Pandanganku melesat jauh mendekati bukit-bukit yang membentang luas sedang mengatur barisan disana. Sebatang kembang indah menebar pesona sambil menari riang di depan mata sahabatku. Tiba-tiba, seekor lebah datang menghampiri dan hinggap diatas kembang itu, kemudian terbang meninggalkannya. Bibir mungilnya mengeluarkan seuntai kata “Kasihan…!”. Akupun terhenyak dari lamunan dan menatap wajahnya sambil menanyakan “apa yang engkau kasihani?”. Dia menjawab, “baru saja mataku menangkap seekor lebah yang hinggap diatas bunga itu. Setelah mengisap madunya, lebah itu terbang meninggalkannya.” Bibirku tersenyum mendengar jawabannya dan mengatakan “itulah kehidupan, wahai sahabatku. Saling menolong dan saling membantu. Seperti pohon yang ada di sekitar kita ini, dia hidup karena usaha akarnya yang menembus relung bumi mencari air, untuk diserahkan ke pohon ini. Sang Pohon juga membagi-bagikan air ke dahan dan dedaunan, demi kelangsungan hidupnya. Dan sekarang kita berada dibawah naungan kerindangan yang dimilikinya. Apakah engkau juga merasa kasihan kepada akar pohon ini, karena telah bersusah payah mencari air di dasar bumi, sedangkan kita hanya bernaung diri dengan kerindangan yang dihasilkannya? Kalau saja engkau bisa mendengar pohon ini bicara dalam kebisuannya, sungguh dia telah mengucapkan terima kasih kepada kita karena telah bernaung dibawah kerindangannya, dan mendengarkan pohon lain meratap sedih karena kerindangannya tidak dimanfaatkan oleh makhluk di sekitarnya. Sang akar dengan senang hati memberikan air hasil susah payahnya ke pohon diatasnya, dan pohon pun membagikan air ke dahan dan dedaunannya dengan suka cita. Begitu juga dengan bunga itu, adalah sebuah kesenangan memberikan madu kepada lebah, dan lebah pun mendapatkan kelangsungan hidupnya dengan mengisap madu bunga itu.”

Aku melihat kebingungan sedang bercengkrama dengannya mendengar penjelasanku. Aku melanjutkan, “Tuhan menciptakan kehidupan di dunia ini berpasang-pasangan. Si pemberi tidak akan ada tanpa si penerima, sikaya tidak akan kaya seandainya saja tidak ada orang miskin, si pandai dan si bodoh, dan lain-lain sebagainya hidup berpasangan serta sama-sama mengarungi kehidupan. Bukankah kehidupan kita lahir dari kehidupan sebuah pasangan? Begitu juga bunga dan lebah itu, bunga adalah pemberi dan lebah adalah penerima. Akar adalah pemberi dan pohon ini adalah penerima. Seorang pemberi akan sangat menderita kalau saja tidak berjumpa dengan penerimanya. Rasakanlah angin yang menembus relung pori-pori pakaianmu, dia adalah udara yang bergerak mencari daerah yang kosong dan hampa untuk di isi dengan dirinya, kemudian menghilangkan kehampaannya. Hal itu telah menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan kita semua.”

Bersama tatapan bening matanya, sahabatku menanyakan, “Bagaimana dengan kehidupan kita?”. Akupun menyuguhkan jawaban padanya. “Kehidupan kita adalah sebuah sungai dari mata air segar yang keluar dari puncak gunung tertinggi. Mula-mula mata air itu membasahi sekelilingnya sambil mencari area untuk dituruninya. Bersama perjalanan waktu, aliran mata air mungil itu menjadi sebuah anak sungai diantara jurang-jurang dan lembah-lembah pengunungan. Semakin lama dia menempuh perjalanan, semakin banyak liku-liku yang telah dibuat dan dilewatinya, semakin luas area alirannya, dan semakin bertambah pula kedalamannya. Dia menelusuri alur kesendirian, mengalirkan harapan, dan menghanyutkan impian. Ikan-ikan didalamnya adalah keharusan yang lalu lalang berkeliaran mengikuti arus, atau melawan arus alirannya. Banyak jembatan yang melintang diatasnya, tapi tak satupun yang tersentuh olehnya. Jadikanlah sungai kehidupanmu itu jernih dan mengalir mengikuti arusnya. Berbahagialah jika ada kaki-kaki mungil bermain ria bersama percikanmu sambil mendendangkan lagu-lagu kebahagiaan dan kesenanganya. Telusuri liku-liku yang sedang menunggumu, dengan pengalamanmu melewati liku-liku tanpa ada hambatan. Janganlah takut saat perjalananmu mencapai tujuan, yaitu sebuah samudera yang dinamakan kematian. Karena kita hidup di sini hanyalah sebuah perjalanan, hidup kita hanya bercocok tanam, dan disanalah pemberhentian kita, disanalah kita akan memanen memetik hasil dari apa yang kita tanam.”

Mengenai kehidupan, orang-orang yang kusuguhkan pertanyaan saat kembali dari pengembaraanku banyak menghidangkan pengertian sebagai santapan jiwa dan pikiranku. Semuanya akan kusampaikan kepadamu.

Suatu hari aku berjumpa dengan seorang sarjana dan diapun mengatakan “Hidup adalah sesuatu yang diawali dengan kelahiran dan diakhiri oleh kematian.” Kemudian aku melanjutkan perjalanan hingga sampai disebuah desa terpencil, sambil melepaskan lelah yang mengeremuti seluruh badan, aku duduk dan bersandar pada sebatang akar pohon besar di tepi sebuah sungai. Sesaat kemudian, seorang ustadz datang mendekati dan duduk di sebelahku. Aku menyuguhkan padanya pertanyaan tentang kehidupan. Diapun menjawab “Kehidupan itu adalah waktu yang berjalan diantara Azan dan Sembahyang.” Pada waktu yang lain, disebuah persimpangan jalan aku bertemu dengan seorang sufi. Saat itu kutanyakan padanya tentang kehidupan. Dengan hati yang ringan dalam keramaian dia menjawab “Kehidupan itu adalah mati, dan kematian itu adalah hidup. Saat seseorang merasakan mati disanalah kehidupan itu berada.” Demikian juga saat bersua dengan seorang petani. Dia menuangkan secangkir aksaranya ke bejanaku saat pertanyaan tentang kehidupan kutanyakan kepadanya “kehidupan adalah kesusahan yang harus dinikmati untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki”. Sambil berjalan pulang, jiwaku lepas bebas mengarungi angkasa menjelajahi bukit-bukit yang nampak menantang langit, untuk mencari sebuah jawaban tentang “apa itu kehidupan”. Disana kudapati sebuah ingatan yang terbungkus rapi berdiam diri selama menempuh perjalanan. Aku membuka ikatan pembungkusnya dan melihat tulisan-tulisan peninggalan sang guru tertera didalamnya. “Kehidupan adalah sebuah pulau yang berada ditengah-tengah samudera kesendirian, berbatu harapan, berpohon impian dan bersungai keharusan. Banyak kapal yang singgah, kemudian berangkat dengan meninggalkan duka.”

Sahabatku, ada orang yang mengatakan: “Kita datang ke kehidupan ini seorang diri, dan seorang diri juga kita akan kembali”. Namun aku akan mengatakan padamu, “Kita datang ke kehidupan ini bukanlah sendiri, melainkan bersama “masalah” yang akan kita hadapi. Masalah itu sedang membuat sebuah antrian yang sangat panjang, menunggu waktu dan kempatan untuk menghampiri. Dan sebuah masalah itu juga tidak datang sendiri, melainkan dengan banyak jalan keluar yang ikut serta menemani. Kita datang ke kehidupan ini tidaklah seorang diri, melainkan bersama cinta nan abadi. Cinta itu duduk termangu seorang diri, menunggu masa untuk memeluk kita dengan rangkulan tangan sang dewi. Dan cinta itu mendatangi kita juga bukan seorang diri, melainkan bersama nafsu, cemburu, benci dan dengki. Kesenangan dan kesusahan adalah pengawal pribadi. Kegembiraan dan kesedihan merupakan makanan sehari-hari. Saat kita berjalan-jalan dipasar bersama kesenangan, kesengsaraan sedang menunggu di pintu gerbang rumah. Saat kita bercengkrama dan bercanda ria bersama kegembiraan di ruang tamu, kesedihan sedang menunggu di tempat tidur. Semua itu merupakan warna-warni kehidupan ini”.

Ini hanyalah gambaran yang kulukiskan dan kupajang dihadapanmu tentang kehidupan ini. Karena kita tidak akan tau apa yang belum kita miliki, sebelum kita mendapatkannya, dan kita tidak akan tau apa yang  telah kita miliki, hingga kita kehilangannya.

Tanpa kusadari, matahari kini berdiri tegak diatas kepala kami. Cahanya menembus relung-relung dedaunan mencari celah agar sampai ke tubuh kami. Aku mempersilahkan sahabatku untuk kembali ke rumah tidak jauh dari taman impiannya ini, agar dia tidak meninggalkan pekerjaan yang sedang menunggunya dari pagi. Rasa kepuasan memenuhi raut wajahnya, meninggalkanku bersama bayangan pohon yang menaungi, dan beberapa bias sinar “sang raja hari” yang mampu menembus lebatnya tabir dedaunan diatasku. Sejenak kurebahkan diri dan kantukpun mendatangi, berdiri diatas katup mataku, dan membawaku kealam yang tak berpenghuni.

Aku tidak menghitung berapa lama telah berada disini, mengisi kekosongan taman impian sahabat untuk mengusir sepi, dan menjadikan batang pohon ini sebagai sandaranku tiap hari. Setelah pamit, aku pergi meninggalkannya seorang diri bersama mimpi-mimpi yang masih setia menemani. Beberapa mutiara pemberianku menjadi teman setia dalam kesepiannya. Aku pergi antara sayap-sayap senja yang menyelimuti bumi untuk menyongsong pagi ditempat lain. Aku adalah pengembara, dan akan selalu mengembara untuk melihat pagi ditempat yang berbeda. Bayangan sahabatku mengisi pikiran sambil melayang-layang bersama cahaya rembulan sepanjang perjalanan. Derap langkah menjadi iringan musik alami dipanggung sepi, dalam pelukan ratu malam binatang-binatang mungil keluar untuk bernyanyi dan menari.

Mutiara Untuk Sahabat





Kala itu, aku masih duduk terpaku di pintu gerbang hati seorang wanita. Dia adalah seorang yang membuatku menari dengan irama kebisuan, melayang dalam kesendirian, dan mengkhayal dalam impian. Seorang wanita yang telah mengisi kekosongan hati, menyinari gelapnya kehidupan dan membuat diri ini merasa bermain bersama angin jika melihatnya, dan memendam kerinduan yang amat memilukan jika jauh darinya. Hari demi hari yang kulalui begitu berarti dan penuh cahaya. Aku selalu menjadi si kaya yang menengadahkan tangan untuk mengharap sedikit pemberian hatinya bila dia berlalu dihadapanku. Namun tiada apapun yang kudapatkan kecuali secuil perhatiannya. Saat berdiri dipintu gerbang hatinya, gejolak hasrat di jiwa makin menderu laksana ombak yang pasang-surut di samudera biru. Kebimbangan pun menyergapku saat itu. Bagaikan tamu yang tak diundang, menyelinap masuk kesanubari dan memerintahkanku untuk mengetuk pintu hatinya. Bintang-bintang yang berkilauan malam itu mengejek sembari manancapkan kata-kata pengecut ke jantungku. Namun angin malam yang melewati desahan nafasku, memberikan secangkir hiburan dalam kebimbanganku.

Waktupun terus berlalu, dan aku masih setia berdiri menunggu mu’jizat untuk dibukakan pintu itu. Walaupun kutau, itu adalah sebuah kemustahilan yang akan menimpaku, namun kutetap bersikeras menunggu kesempatan untuk menyuguhkan secangkir cintaku. Kadang ku berpikir, untuk apa aku disini digerbang pintu hatinya. Terlalu lama rasanya menunggu namun tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Sedang di luar aku terperangkap kesepian dan kedinginan. Batinku berbisik, mintalah izin padanya untuk segera pamit, dan jangan pernah kembali lagi. Aku percaya pada bisikan kalbu, kemudian berpamit padanya dan pergi mengembara. Aku pergi kemanapun kaki melangkah. Ditemani kekecewaan membuatku ringan dalam melangkah menelusuri belantara bumi. Di atas sana, rembulan dan bintang-bintang masih saja menertawakan dan tidak lelahnya mengejekku, terbesit dibenakku : ”Masih adakah seseorang yang mau menemaniku? Bersenandung ria dan bercengkrama mesra dengan nasibku ? Mengisi cangkir kosong yang ada ditangan kehidupanku?”

Hanya segenggam harapan yang belum pasti teraih menjadi bekal perjalananku. Dalam bentangan sayap malam, ku telusuri rimba raya bersama kekecewaan yang masih setia menemani hingga sampai ke sebuah tanah lapang ditengah-tengah hutan yang sepi, ku rebahkan diri membebaskan rasa penat dan letih yang membelenggu tangan dan kaki. Pandangaku jauh melayang bermain-main diangkasa. Sesekali, bola api indah menyala dengan kecepatan yang luar biasa mengalih perhatian bola mataku, kemudian hilang dengan gesekan udara yang mengenainya. Tak lama kemudian, aku tertidur berselimuti kabut dan angin malam.

Kini sang mentari mengintip dari ruas-ruas perbukitan yang jauh disana. Angin segarpun menyapa dan mengucapkan selamat pagi padaku. Burung-burung kecil bernyanyi riang menyambut hari baru, setelah semalam berada di sarang masing-masing diam membisu. Kekecewaan kemarin masih saja menyelinap di relung-relung baju kusam yang melekat di badanku. Aku bangkit, dan melangkah menuruni bukit. Jurang-jurang terjal yang menghalangi perjalanan kusuguhkan hidangan lagu-lagu sendu, dengan harapan mereka akan terhibur. Aku yakin, dengan menghiburnya aku bisa terhibur.

Matahari telah berdiri tegak diatas kepalaku, pendakian kali ini dibentangi sebuah padang rumput yang amat luas, disana sekawanan sapi yang merumput dengan tenangnya tanpa ada sedikitpun rasa was-was. Sebatang pohon dipuncak bukit mulai tampak dari kejauhan sedang menungguku untuk berteduh dibawahnya. Semangat untuk mendaki pun kini hadir dan menyingkirkan rasa panas diantara sela-sela nafas keletihan. Sewaktu akan memasuki gerbang naungannya, kulihat seorang gadis sedang duduk seorang diri bersandar dibawahnya membelakangiku. Matanya memandang jauh untuk meraih sesuatu. Lalu aku menyapanya dan duduk membebaskan rasa letih yang selama ini menyandera, melalui celah perkenalan antara aku dengannya, akhirnya kudapatkan seorang teman baru dalam kehidupanku. Dari sayup-sayup sinar matanya menampakkan kesedihan sedang berdendang di dalam kalbu. 


Melalui bahasa kebisuan, dia menanyakan kemana tujuanku. Sebuah jawaban terhidang kehadapannya, ”Aku hanyalah seorang pengembara yang menjauh dari sebuah pintu gerbang yang tidak terbuka. Telah lama mengejar cinta, karena seorang wanita yang masuk ke lubang hatiku, dan menari-nari dengan iringan musik nan syahdu. Membuat hidupku lebih bergairah daripada hari-hari yang lalu. Aku sering terjaga oleh keanggunan wajahnya dari mimpi-mimpi indah, dan terpesona oleh tatapan matanya yang seakan meluluhkan seluruh daging ditubuhku. Namun apalah dayaku, tiap hari ku tadahkan cangkir kecil kepadanya agar mau menuangkan setetes air suci dari hatinya kedalam cangkirku itu, selama itu pula hanya kekosongan yang kuperoleh darinya.”

Pandangannya masih saja menyatu dengan kejauhan dibawah sana. Dalam keheningan yang menyergap, dia mengeluarkan aksara dengan mengenderai serak-serak dari kerongkongannya. ”Rerumputan dan pohon besar ini adalah taman impianku, ku sering duduk menyendiri di sini karena bisa menyatu dengan mimpi-mimpiku. Kisahmu tidak jauh beda dengan apa yang ku lamunkan sekarang ini. Saat ini, diriku sedang menunggu seseorang yang kucintai, tetapi dia tidak mencintaiku. Seorang wanita telah lebih dahulu mengisi periuk cintanya. Dan aku hanya penonton dalam kisah cinta mereka yang mencintai sang aktor lelakinya. Telah lama ku duduk menunggu kedatangannya bersama sebuah harapan dia akan menyatakan cintanya padaku, namun terkadang kejenuhan datang menghapiri, dan mengobrak-abrik isi hayalanku.”

Perlahan-lahan tatapannya mengarah padaku, segudang penasaran kini hadir menelusuri jalan pikiran saat itu. Kucoba memahami dirinya, tetap saja kehampaan memberikan hasilnya padaku. Aku menyela kesunyian diantara naungan pohon dan rumput hijau, ”aku hanyalah pengembara yang berjalan kian kemari, berteman sepi dan kegelapan, seorang diri dikeramaian, tidak ada kekasih yang mencintai diriku, dan tidak juga seorang sahabat yang bisa menukar kesedihan denganku. Kalau engkau hanya ditemani mimpi-mimpi dan hayalanmu, maukah engkau bersahabat denganku?” Senyuman mungil tersungging di bibir manisnya, rona kesedihan kini berganti keceriaan yang membingkai raut wajahnya. Sejuta harapan mulai menyala dibalik kebeningan bola matanya. Aku menambahkan hidangan kalamku, ”jika engkau mau, kita akan bisa mengarungi kesendirian ini bersama-sama, menelusuri kehidupan masing-masing, sambil berbagi kesedihan dan kesenangan kita berdua. Mungkin saja itu akan lebih baik bagi kita.” Anggukan kepalanya dan senyum yang makin melebar di bibir mungilnya menandakan dia setuju dengan ikatan persahabatan yang kusuguhkan kehadapannya.

Sahabatku inilah yang membukakan pintu perjalanan kehidupan baru bagiku yang sebelumnya tak pernah hadir dalam relung pikiran tentang kehidupanku. Dialah yang menunjukkan jalan untukku mencari jati diri. Walaupun hanya sesaat kami bertemu, namun dia telah menjadi bagian dari kehidupan sanubariku. Dia kutinggalkan seorang diri karena aku melanjutkan pengembaraan. Hingga akhirnya, kesendirian bersua denganku dan diriku mampu menyelami samudera kehidupan jiwaku.

Tanpa terasa waktu terus berlalu. Sebuah perjalanan telah banyak menyita waktu. Namun aku bersyukur, karena tidak melakukannya dengan sia-sia. Kini aku dalam perjalanan pulang dari pengembaraan mencari jati diri. Perasaan riang memenuhi segenap ruang dihati. Terkadang di tengah perjalanan kesendirianku muncul dan bercengkrama sambil bertukar pikiran mengisi perjalanan. Kemelut di jiwapun hilang karena aku telah menghidupinya dan dia juga memberikan kehidupan kepadaku. Sepanjang jalan ku renungi kehidupan ini, dan kuminum sarinya sebagai pelepas dahaga dalam perjalanan kembali. Tanpa terasa, kakiku telah memasuki arena sebuah kebun milik seorang petani tidak jauh dari batang pohon seolah menjadi taman impian seorang sahabat yang kutinggalkan dulu. Diantara remang-remang pergantian siang dan malam, mataku menemukan seorang gadis yang sedang duduk sendiri menunggu datangnya kegelapan. Aku menghampiri dan mengisi kekosongannya dengan kedatanganku. Sambutan hangat darinya tersaji untukku, dalam keakraban yang membisu, mataku hanya sanggup bermain dengan kebeningan pengisi bola matanya, dan anak lidahku menjadi kaku untuk menanyakan bagaimana keadaannya.


Lembayung senja menyapa bumi, bintang-bintang mulai menampakkan wujudnya sendiri. Sang mentaripun telah pergi meninggalkan putri malam berkerudung sepi. Seusai mandi, hidangan seadanya dari hasil bumi menunggu dalam bentuk siap saji. Sambil makan bersama lauk olahan tangan sahabatku, pembicaraanku dengannya hanya mengupas sekilas masa lalu, untuk mengisi kata-kata rindu.

Perlahan ku merangkak ke pintu dan keluar menghampiri pohon kenangan masa lalu. Disana masih terukir bayangan indah saat-saat kami bertemu. Dibawah bentangan sayap kegelapan malam, sahabatku mendekati dan memintaku untuk menceritakan pengalaman dalam perjalanan yang baru saja kulalui. Disaksikan taburan bintang yang menghiasi angkasa, aku menceritakan semuanya sedang dia mendengarkan dengan penuh hati.

Kabut dan embun mulai datang diantara kami, senandung kesunyian dialunkan oleh binatang-binantang malam melalui celah-celah sepi. Aku menyuruhnya masuk kedalam rumah dan meninggalkanku seorang diri dibawah pohon itu. Kukatakan padanya bahwa aku akan pergi menjelajahi suatu tempat bersama kesendirianku, mengenang sedikit masa lalu yang kulalui dengan penuh kepahitan dalam hidup ini. Diapun bergegas pergi dan masuk kedalam istana kebesarannya. Sedang aku membaringkan tubuh beralas rumput alami menyanyikan lagu sendu bersama sunyi.



Kisah Pohon Apel



Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.
”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

NOTE :
Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Dan, yang terpenting:
cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya;
dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada
kita.




sumber:http://www.facebook.com/notes/panggil-aku-ikhsan/kisah-pohon-apel/210540933866

Steve Jobs menginsprasi Lulusan Stanford University


Pidato Steve Jobs di hadapan para lulusan Stanford University tahun 2005. Mungkin sebagian dari anda sudah pernah membacanya, sebuah pidato yang cukup lama dan sudah pernah di postkan di berbagai blog. Saya salut dengan kata-kata Steve Jobs mengenai Kuliah, Cinta dan Kematian.

Isi Pidato Steve jobs

Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.



Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik

Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi.

Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran bayi perempuan karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab:“Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya yang hanya pegawai rendah habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu contoh:

Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.

Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Sekali lagi, Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang. Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi,takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan saya.



Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.

Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz (Steve Wozniak) dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat. Loh,, bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? tapi memang itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Bisa anda bayangkan kerja keras bertahun-tahun membangun kerajaan berakhir dengan anda berada di depan gerbangnya.

Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali- saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.

Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa. Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpuk batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun asangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.




Cerita Ketiga Saya: Kematian

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.

Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna: Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang.
Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Always Stay Hungry. Stay Foolish.


sumber:www.kaskus.us

Kiamat (Asli) Vs. “Kiamat Pura-pura” 2012.


Kontroversi film 2012 ditanah air, memancing beberapa kawan untuk menonton film tersebut. Setelah menonton, mereka berpendapat: inilah film yang paling jelek dihasilkan sutradara sekaliber Roland Emmerich, dibandingkan film-filmnya terdahulu seperti The Independence Days dan The Days after Tomorrow. Film ini terkesan kejar tayang memanfaatkan popularitas buku “Apocalypse 2012” karya Joseph E. Lawrence yang memuat ramalan suku Maya tentang peralihan bumi fase ke 4 menuju fase ke 5. Dimana bencana global terjadi menyisakan 10% populasi manusia. Perhitungan mundurpun telah di mulai di http://www.lawrenceejoseph.com. Namun demikian, salah seorang kawan bercanda, daripada percaya ramalan Suku Maya, lebih baik percaya sama Luna Maya.. Dan andai saja para ulama menonton film sebelum berkomentar, mungkin film ini nggak akan setenar sekarang. Patut diacungi jempol kreatifitas pemasar yang berani menambahkan kata-kata “kiamat” pada judulnya, padahal aslinya hanyalah 2012!!.

Secara gamblang, film ini menceritakan tahun 2012. Bumi kacau akibat perubahan iklim global dan tatanan semesta. Untungnya, kejadian ini telah diantisipasi oleh 46 negara melalui proyek bersama membangun beberapa “Kapal Nuh” yang ditempatkan di puncak tertinggi dunia, di China. Untuk naik ke kapal tersebut seseorang harus membayar 1 milyar euro (sekitar 14 Trilyun rupiah), kecuali para kepala Negara dan developer kapal. Untungnya, masih ada yang punya hati sehingga banyak penumpang yang bisa naik gratis dan mendarat selamat di daratan tersisa, Afrika. Saran saya, kalau anda percaya 2012, segera kumpulkan uang sejumlah itu, pindah ke Afrika atau datang ke Cina bekerja pada proyek tersebut.
Sebenarnya, film ini hanya mengandalkan isu 2012 dan kehandalan efek komputer. Lainnya tidak. Jangan bayangkan film itu menggambarkan keguncangan besar atau datangnya air bah hitam menerjang seperti tsunami 2004 di Aceh, padahal tsunami yang digambarkan disini setinggi puncak tertinggi dunia, Mount Everest. Lacurnya, air bah datang diam-diam dan jernih, seperti tidak melewati apa-apa. Padahal tsunami Aceh saja yang beberapa meter, berwarna hitam kelam dan menerjang apa saja dengan garang. Kelihatan sekali penulis naskah film tidak membaca referensi tentang tsunami. Sehingga, film ini jauh lebih jelek dari film sejenis “Tidal Wave” (tsunami besar), karya sinematografer Korea, Yoon Je-kyoon.
Satu lagi, sutradara film ini mungkin tidak pernah membaca bagaimana kiamat digambarkan oleh agama-agama langit. Sehingga, ketika kiamat terjadi, orang-orang masih sempat menelepon mengucapkan “I do love you”, reporter radio masih sempat menyiarkan gunung meletus dari dekat kawahnya dan kereta api masih bisa berjalan dari tempat yang jauh hingga ke China. Andai saja mereka membuka Al-Quran surat Al-qariah ayat 4-5 saja, mereka akan tahu bahwa hal seperti itu tidak mungkin terjadi karena saat itu manusia seperti anai-anai yang beterbangan dan gunung-gunung ibarat bulu-bulu yang dihambur-hamburkan. Konon lagi jaringan telepon, sarana komunikasi radio dan rel kereta api?!
Tinggalkan 2012, mari kita renungkan kiamat; tanda-tandanya, proses terjadi dan pasca kejadian, dari sisi agama maupun logika ilmu. Alqur’an banyak sekali mengisahkannya. Untuk namanya saja, Allah berikan sedikitnya 18 nama seperti yaumuddin, al-akhirah, yaumul qiyamah, yaumul hasyr, yaumul fashl dan banyak lainnya. Untuk tanda-tandanya, sedikitnya terdapat dalam 26 surat, 74 ayat. Untuk kedahsyatannya, sedikitnya dideskripsikan dalam 37 surat, 89 ayat. Pasca kiamat, Allah gambarkan lebih banyak lagi dengan subtopik berbeda seperti padang mahsyar (53 surat, 109 ayat), berhisab (23 surat, 38 ayat), pembalasan amal (34 surat, 72 ayat), belum lagi gambaran surga dan neraka. Sayangnya, kita cenderung menghindarkan diri membicarakan masalah ini karena satu kata sakti “tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar telinga, dan tidak pernah terlintas oleh fikiran manusia”. Naif sekali.
Padahal kiamat adalah suatu yang pasti terjadi dan kita akan merasakannya, minimal pasca kejadian. Menurut Alquran dan hadist tanda-tandanya antara lain keluarnya yajud dan ma’jud, munculnya Dajjal, terbitnya matahari dari barat dan turunnya Nabi Isa AS. Bisakah ini diterima oleh logika ilmu? Mungkin saja. Kita ketahui, ada bagian bumi yang masih tertutup es hingga saat ini. Para ahli membuktikan bahwa ada kehidupan dibawah lapisan es kutub, seperti ikan-ikan kecil di kolam-kolam gletser. Kalau memang makhluk pengganggu, Yajud Majud, yang dulu dipenjara oleh seorang aulia Allah dalam penjara besi dan seterusnya penjara ini tertutup es. Seiring perubahan iklim, maka es-es ini akan mencair, yang akan membebaskan makhluk-makhluk jahat ini dari penjara mereka.
Kedua, Dajjal. Sering kita baca, dengar dan nonton bahwa sekarang banyak penelitian menjadikan manusia sebagai objeknya. Sebut saja penelitian sel embrio, kloning, mutasi gen dan lain sebagainya. Bahkan ada kelompok-kelompok yang ingin memunculkan kembali tokoh zaman dahulu seperti Hitler, Franskeintein dan lainnya. Salah satu impian itu adalah menciptakan manusia raksasa sebagai senjata masa depan, seperti kita lihat dalam “The Hulk”. Bukan tidak mungkin suatu ketika, penelitian-penelitian ini akan menghasilkan makhluk raksasa Dajjal yang berhati iblis. Kita tunggu saja.
Ketiga, matahari terbit dari sebelah barat. Para Ilmuwan mengatakan alam semesta ini ibarat balon yang terus mengembang, setelah ledakan besar pada penciptaan pertama. Titik-titik kecil pada balon terlihat semakin menjauh dari waktu ke waktu. Suatu saat nanti, ketika mencapai titik puncak batas, alam semesta akan digulung kembali oleh Allah. Ibarat balon yang berkurang anginnya, dia akan mengecil. Saat itu, kita mungkin tidak hanya akan melihat matahari kita, yang merupakan bintang terdekat dengan bumi. Tetapi kita juga bisa melihat matahari-matahari yang lain yang berada di dekat tata surya kita. Persis seperti planet yang mirip bumi, Tau Ceti dan Epsilon Eridani, yang mempunyai tiga matahari di dalam tata suryanya.
Terakhir, turunnya Nabi Isa. Penulis tidak berani beropini dalam hal ini karena belum sampai ilmu kesana. Hanya saja, penulis sempat terkejut ketika berkunjung ke Makam Rasulullah. Disana terdapat empat makam: tiga telah berisi yaitu Rasul, Abubakar dan Umar, sedangkan yang keempat masih kosong. Ketika mencari tahu, untuk siapa kuburan satunya lagi. Penulis mendapat jawaban bahwa itu disediakan untuk Isa putra Maryam. Subhanallah. Kalau kuburannya saja sudah disediakan di tempat semulia itu, kenapa pula kita harus meragukan kembalinya. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Seterusnya, soal proses terjadinya kiamat. Bila Allah mulai menggulung alam semesta seperti balon dikempeskan anak-anak maka tidak ada kata yang paling tepat kecuali DAHSYAT!! Material alam semesta akan saling berdekatan, mampat, bertubrukan dan meledak. Bintang-bintang yang besarnya ada ratusan kali matahari dan jumlahnya melebihi pasir dilaut akan saling berdesakan, hantam menghantam, saling menghancurkan secara berantai. Galaksi, bintang, matahari dan tata surya berhamburan, konon lagi bumi dan bulan, ntah lagi gunung-gunung dan manusia. Terlalu kecil untuk disebutkan. Jangankan menelepon, konon ibu hamil saja tidak tahu kemana calon bayinya “diterbangkan”. Semoga kita tidak sempat mengalaminya. Amin.
Pasca kiamat. Saat semua sudah hancur, kemudian Allah hamparkan kembali semesta ini menjadi satu. Hamparan bumi saja sudah demikian luas, konon lagi bila seluruh semesta disatukan, dan dihamparkan. Betapa jauhnya. Saat ini saja, untuk menuju planet terdekat di luar tata surya kita, dengan pesawat tercepat sekalipun, niscaya tidak cukup umur kita. Konon lagi kalau harus melintasi semesta, dengan kenderaan seadanya, apalagi jalan kaki dan terseok-seok tanpa amal, rasanya ingin mati lagi saja. Kehidupan akhirat nanti ibarat bertemunya dua proses yang saling berlawanan. Proses pertama, alam yang sudah hancur sehancur-hancurnya ditumbuhkan kembali oleh Allah. Bila proses ini berjalan dengan sunnatullah, maka dibutuhkan puluhan ribu tahun agar kembali seperti sediakala, apalagi kalau harus berwujud surga.
Proses kedua kebalikannya, Allah hidupkan kembali manusia yang sudah meninggal, dari tua menuju muda. Tidak masalah, tulang dan belulangnya entah kemana, atau tubuhnya hancur saat pesawat meledaknya, kena bom bunuh diri, dimakan harimau dan lainnya. Bagi Allah mudah saja, laksana peneliti yang menghidupkan kembali Raflesia langka hanya dari satu sel daunnya. DNA manusia tetap disimpan tanah berapapun lamanya dia sudah meninggal. Teknologi Allah tentunya lebih canggih lagi. Sayangnya dalam proses kedua ini, banyak hamba Allah yang cacat ketika dibangkitkan, akibat dosa-dosa semasa hidupnya. Ada bermutasi menjadi babi, karena rakus harta berlebihan, ada yang menjadi anjing karena gila kekuasaan atau suka menakut-nakuti, dan banyak lainnya. Kedua proses ini akan bertemu ditengah, saat manusia mengalami usia mudanya dan saat semesta pada masa musim seminya. Dua proses ini akan saling menetralkan, menstabilkan dan berkekalan. Saat itu, semoga kita dibangkitkan sebagai manusia, lengkap dengan kenderaan super canggih hasil kurban yang telah kita berikan di hari-hari kemarin. Amin..!!

sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=187669862581&comments

Tulisan Diatas Pasir


Di pesisir sebuah pantai, tampak dua anak sedang berlari-larian, bercanda dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba, terdengar pertengkaran sengit di antara mereka, salah seorang anak yang bertubuh lebih besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang dipukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa berbicara sepatah katapun, dia menulis dengan sebatang tongkat di atas pasir: "Hari ini temanku telah memukul aku !!!"

Teman yang lebih besar merasa tidak enak. Ia tersipu malu, tetapi tidak pula berkata apa-apa. Setelah berdiam-diaman beberapa saat, sebagaimana lazimnya anak-anak, mereka pun segera kembali bermain bersama. Saat lari berkejaran, karena tidak berhati-hati, tiba-tiba, anak yang dipukul tadi terjerumus ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang. "Aduh....Tolong...Tolong!" Ia berteriak kaget minta tolong.

Temannya segera menengok ke dalam lubang dan berseru, "Teman apakah engkau terluka? Jangan takut, tunggu sebentar, aku akan segera mencari tali untuk menolongmu." Bergegas anak itu berlari mencari tali. Saat dia kembali, dia berteriak berusaha menenangkan temannya sambil mengikatkan tali ke sebatang pohon. "Teman, Aku sudah datang! Talinya akan kuikat ke pohon, sisanya akan kulemparkan ke kamu. Tangkap dan ikatkan di pinggangmu. Pegang erat-erat, aku akan menarikmu keluar dari lubang."

Dengan susah payah, akhirnya teman kecil itu pun berhasil dikeluarkan dari lubang dengan selamat. Sekali lagi, dengan mata berkaca-kaca, dia berkata,"Terima kasih sobat!". Kemudian, dia bergegas berlari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis sebuah kalimat lain di atas batu itu, "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku".

Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya keheranan, “Mengapa setelah aku memukulmu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkanmu, kamu menulis di atas batu?” Anak yang di pukul itu menjawab sabar, “Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir karena kemarahan dan kebencianku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak.”

”Tapi, ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, karena perbuatan baikmu itu pantas dikenang dan akan terpatri selamanya di dalam hatiku, sekali lagi, terima kasih sobat.”

Mendengar penjelasan itu, sobat kecil yang tadi memukul merasa menyesal dan segera merangkul sahabatnya, "Aku juga berterimakasih sobat, walaupun umurmu lebih kecil dariku, tetapi kamu ternyata lebih bijaksana dibanding aku." Tak lama mereka pun segera bermain bersama lagi dan menjalin persahabatan dengan lebih baik di masa mendatang.

No Different

Lagi asik-asik main CS di lab, tiba-tiba "tit tit tit", handphone butut saya ngasih pengumuman "hallo, ada sms ni"

Dengan sigap saya arahkan jempol saya untuk menekan tombol open (kalau pake kelingking, agak susah hehe ).

Begitu saya, open.. wauw wauw.. ada sms yang sangat menyentuh..
pengen tau ??
ok boys and girls, here we go..
Tapi, kawan-kawan duluan aja ya. Saya mau makan dulu.. Laper..

TIADA BEDA.

Kemarin..
Esok..
Hari ini..
Sama saja..
Kaya, papa, tiada beda..
Bahagia, derita, tiada baka..
Hidup, mati, hanya proses kembara..
Tangis, tawa, hanya proses rasa..
Benci, cinta, setipis jelaga..
Dunia, akhirat, hanya proses masa..
Aku..
Anda..

1 Asal, 1 Bunda.. Nyata, cita, 1 zat lain rupa..
Kita datang dari abu, laku menjadi debu..
Kita diciptakan dengan cara yang sama, dari tiada menjadi ada..
Kita jenguk dunia dari lorong kenikmatan dan lorong kekotoran..
Maka kalau dia kaya dan gagah..
Hakikat tidak berubah..
Walau aku nestapa, hanya beda rasa..
Semua sama, TIADA BEDA,,
Untuk apa saling beda, tiada makna di mata-Nya..
Kita semua menuju masa..
TIADA BEDA antara sesama, tiada beda antara sesama, semua sama..
Kita saja pembuat BEDA..

Semoga ini menjadi bahan renungan untuk kita semua..
Puisi ini aslinya karangan (alm) NURDIN A.R (Mantan Bupati Pidie)
 

Copyright 2013 rencongPC Blog: About Live Template by CB Blogger Template. Powered by Blogger